Ingsun niki sanes Kyai dudu jawara, mung wong desa sing seneng  kyai.

"saya hanyalah seorang santri dari sebuah pondok pesantren disebuah desa, bukan ahli agama, bukan pula jawara. Aku hanyalah seorang santri dari para kyai"

Bagi pecinta seni bela diri terkadang dalam menekuni silat jadi segala-galanya, boleh saja sih, tapi ingat bahwa Sholat jangan sampai di tinggalkan, Ngaji dan sekolah oke, silatpun tidak masalah...

Musuh utama seorang pendekar saat ini bukan hanya kedzaliman dan ketidak adilan, melainkan kemiskinan dan kebodohan. Karena itu, seorang pendekar zaman sekarang harus memiliki basik ekonomi yang kuat, punya kharisma, dan intelektual yang tinggi.

Selain belajar beladiri seorang pesilat harus mengenyam pendidikan yang tinggi dan ilmu Agama yang cukup, supaya dapat berguna, minimal bagi lingkungannya sendiri.

Belajar silat kalau hanya untuk beladiri saja itu mudah, tapi disini yang penting mendalami nilai filosofinya yaitu aspek pembinaan mental spiritual yang kaitannya dengan ahlakul karimah, sehingga seorang pesilat Pagar Nusa tidak hanya mampu membela diri, tapi juga harus menjaga perilaku dan hatinya.

Santri PAGAR NUSA iku aja Wedian, aja kagetan, aja Gumunan, aja Getunan, aja Bingungan lan sing penting Aja Gumede tur Sombong.


Belajar silat haruslah dengan Niat yang baik, Niat ibarat arah mata angin kalau niatnya salah hasilnya pasti salah, hindari niat yang jelek seperti menjadi seorang jagoan, ingin lebih hebat dari yang lain atau perguruan lain yang sebenarnya hanya memalukan diri sendiri dan perguruan sendiri.


Niatlah Lillahi ta'ala, belajar silat untuk bekal perjuangan pada jalan kebenaran, serta ikut melestarikan budaya bangsa.

Jadikan silat sebagai sarana memperbaiki prilaku diri yang tiada hentinya untuk menjadi manusia yang lebih berguna untuk diri sendiri dan orang lain.
                         
(Ustadz Nur Rohman MD. SH. Guru Pagar Nusa Pesantren Ciklenteng )